Renungan

Saturday, July 25, 2009

Peranan Sufi dalam sejarah perjuangan Islam

Segala puji hanya bagi Allah s.w.t., Tuhan Empunya sekalian alam, Tiada Ia berhajat kepada selain-Nya malah selain-Nya lah yg berhajat kepada-Nya, selawat dan salam semoga dilimpahkan Allah s.w.t. ke atas junjungan Nabi Muhammad s.a.w. (Ya AllahTempatkan baginda di tempat yg terpuji sepertimana yg Kau janjikan Amin) beserta Ahlulbyat dan para sahabat yg mulia lagi tinggi makam mereka di sisi Allah s.w.t. .Dan mereka yg mengikut mereka itu dari semasa ke semasa hingga ke hari kiamat. Ya Allah Ampuni kami, Rahmati kami, Kasihanilah kami..Amin

Amma Ba'du,

Adapun kemudian daripada itu, faqir ingin berkongsi dengan saudara berkenaan kitab Minhajul Abidin bagi Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali rah. yg diterjemahkan oleh Al-Fadhil Kiyai Haji Ustaz Abdullah bin Nuh, yang sgt terkenal dengan keahliannya dalam bidang terjemahan ,pengajian,ceramah-ceramah dan kuliah kuliah dalam berbagai masalah sama ada di dalam atau di luar Indonesia. Di dalam pendahuluan kitab ini, telah berkata Al-Fadhil Kiyai:

"Tasawuf Islam di masa lampau telah dapat menyebarkan dakwah Islam tanpa pedang. Tak dapat kita ragukan suatu kenyataan sejarah, bahawa para sufiah (ulama-ulama Tasawuf) itulah pembawanya cahaya Islam dan hidayahnya ke Afrika dan segala penjurunya yg tidak pernah didatangi oleh tentera Islam. Ulama Tasauf lah yg mempunyai jasa terbesar dalam menyebar-luaskan ajaran-ajaran Islam di Afghanistan, Iran,India, Indonesia, Filipina,Cina dan negeri-negeri yg lain .Tasauflah yg telah berdiri tegak menghadapi arus -arus ilhad (atheis) dan serangan-serangan kemorosotan akhlak. Tasauf pula yg merupakan benteng yg kukuh-kuat mempertahankan Islam dari paganisme Tatar , fanatisme tentera Salib dan angkara murka kaum imperialis.
Penulis Tarikh , Al-Baghdadi, mencatat bahawa Al-Mutawakkil (khalifah) yg berkuasa pada masa itu dari Bani Abbas di Baghdad, berseru kepada para ahli Futuwwah Sufiah ( Pahlawan Tasauf) , maka berdatanganlah mereka itu dari seluruh pelosok negeri , sehinggalah merekalah merupakan tentera terunggul yg tak terkalahkan. Mrekalah yg menyelamatkan wilayah-wilayah Islam dan menjaga perbatasan.

Lihatlah Syaikh Akbar Imam Muhyidin Ibn Arabi r.a., dengan berani sekali menulis surat kepada Malik Kamil (seorang raja muslim) ketika sang raja tidak tampil menolak serangan kaum Salib. Kata beliau "Engkau pengecut !...ayuh bangkit ke medan perang , atau kami memerangi kamu seperti memerangi mereka"

Sultanul Ulama, Syaikh Izzuddin ibn Abdissalam, seorang ulama besar dan ahli Tasauf yg agung, menfatwakan bahawa wajib menangkap raja-raja Mamalik sebab mereka berkhianat kepada kaum Muslimin rakyat mereka. Ketika situasi di Andalusia membahayakan kaum Muslimin, Imam Al-Ghazali rah. , imam besar dalam Tasauf, mengarang satu surat kepada raja muslim dari Maghribi iaitu Yusuf ibn Tasyfin yang bunyinya "Pilihlah satu antara dua , memikul senjata untuk menyelamatkan saudara-saudaramu di Andalusia, atau engkau turun dari takhta untuk diserahkan kepada orang lain yg sanggup memenuhi kewajipan tersebut"

Demikianlah dan masih banyak lagi contoh-contoh yg dapat dikemukakan utnuk menunjukkan betapa besarnya peranan dan pengaruh positif dari Tasauf beserta Sufiah dalam sejarah perjuangan Islam. Maka Faqir mengingatkan bahawa adalah satu kekeliruan yg besar sekali pendapat yg mengatakan bahawa tasauf itu sesuatu yg asing atau Bid'ah yg dimasukkan org ke dalam Islam dan ditempelkan kepadanya. Sebab, pada hakikatnya, Tasauf adalah satu bahagian daripada Risalah Nabi Muhammad s.a.w. , suatu jalan asli dalam Islam yg Diredhai Allah Azza Wajalla. Sekiranya saudara benar-benar mempelajari ilmu Tasauf seperti kitab Minhajul Abidin , akan yakinlah bahawa ilmu ini langsung mengambil pokok dasarnya dari sumber-sumber Islam yg jernih, Iaitu Al-Quran dan Hadis Nabi s.a.w.. Kebatinan asing yg dibawa oleh org2 Yunani, Hindu dan sebagainya tidak dapat mendobrak benteng Islam dan Tasauf yg murni ini. Adapun Tasauf yg asli tidak dapat dipalsu, sebab dasar-dasarnya jelas dari Kitab dan Sunnah.

Selawat dan salam semoga dilimpahkan Allah s.w.t. ke atas junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w. (Ya Allah Tempatkan junjungan kami di tempat yg terpuji sepertimana yg Kau janjikan Amin) Beserta Ahlulbayt dan para sahabat yg sgt kasih mereka kepada umat Nabi s.a.w..

Segala puji hanya bagi Allah s.w.t. , Tuhan Empunya sekalian Alam, Kepada-Nya jua kita memohon petunjuk dan hidayah ,Dan Allah s.w.t. Maha Mengetahui.

Jazakallah Khairan Kathira ...(^_^)

Al-Faqir wal Haqir Ilallah,
Salim Azham(MSA)

2 comments:

  1. jika anda x percaya cuba anda menghubungi presiden PMI dan tanya dia..pernahkah dia membaca perlembagaan persatuannya..??..maaf terpaksa taip disini kerana shoutbox saudara adalah basic shoutbox..

    ReplyDelete
  2. HUKUM NAIK OJEK

    Bagaimana hukum syara’nya orang yang membonceng wanita bukan mahramnya di atas kendaraan yang sama (ojek), dimana pekerjaan itu memang telah menjadi profesinya untuk mencari nafkah?

    Jika kendaraan tersebut di atasnya menggunakan, seperti pelana (semacam tempat duduk tersendiri, dengan pegangannya), atau yang sejenis, dimana kalau wanita tersebut naik di belakangnya, dia tidak akan menyentuh pemboncengnya, dan rute perjalanannya di dalam kota, dengan kata lain tidak melintasi kawasan terpencil, maka hukumnya boleh jika memenuhi dua syarat ini: (1) wanita tersebut naik di belakangnya, sementara dia tidak menyentuh pemboncengnya, dan (2) tidak membawanya, kecuali pada rute dimana mata orang bisa memandanginya. Alasannya, karena Rasulullah saw. pernah membawa Asma’ ra. (adik ipar Nabi) di Madinah, tatkala dia memikul beban yang berat di atas kepalanya. Maka, Rasulullah saw. hendak merundukkan untanya agar bisa dinaiki Asma’, namun Asma’ lebih suka melanjutkan perjalanannya, dengan tidak menaiki (unta Nabi). Sudah lazim diketahui, bahwa di atas unta itu ada punuk, dimana yang pertama bisa dinaiki oleh seseorang, setelah itu berikutnya bisa dinaiki di belakangnya, sementara orang yang kedua tidak harus menyentuh orang yang pertama. Punuk tadi ada di antara kedua orang tersebut. Orang yang kedua pun bisa memegang punuk tadi, sesuka hatinya. Dengan kata lain, unta itu merupakan kendaraan yang memungkinkan untuk dinaiki dua orang, dimana satu sama lain tidak harus saling berpegangan.
    Al-Bukhari telah mengeluarkan dari Asma’ bint Abi Bakar berkata:

    وَكُنْتُ أَنْقُلُ النَّوَى مِنْ أَرْضِ الزُّبَيْرِ الَّتِيْ أَقْطَعَهُ رَسُوْلُ اللهِ  عَلَى رَأْسِيْ … إِلَى أَنْ تَقُوْلَ “ثُمَّ قَالَ الرَّسُوْلُ  إِخْ إِخْ لَيَحْمِلْنِي خَلْفَهُ فَاسْتَحْيَيْتُ …”.

    Saya pernah membawa benih dari tanah az-Zubair (suami saya), yang telah diberikan oleh Rasulullah saw., dipanggul di atas kepala saya… sampai pernyataan beliau: Kemudian, Rasulullah saw. berkata: Ikh, ikh agar beliau bisa membonceng saya di belakangnya, tetapi saya merasa malu..

    Ikh, ikh maksudnya, beliau ingin merundukkan untanya (supaya bisa dinaiki Asma’ di belakangnya).
    Karena itu, jika bagian punggung kendaraan tersebut memang siap untuk dinaiki dua orang, tanpa harus bersentuhan satu sama lain, sementara rute perjalanannya bukan di kawasan sepi (terpencil), maka hal itu boleh (mubah). Tetapi, jika tidak (memenuhi dua syarat tersebut), maka tidak boleh (haram). Dari pertanyaan Anda, bisa ditarik kesimpulan, bahwa kendaraan (yang dimaksud, yaitu ojek), yang Anda tannyakan, tentang naiknya wanita di atasnya, dibelakang lelaki (bukan mahram) tersebut jelas tidak demikian. Artinya, di atas punggungnya tidak ada sesuatu yang bisa dinaiki dua orang, sementara satu sama lain tidak saling menyentuh. Karena itu, dalam konteks seperti ini hukumnya tidak boleh (haram). Namun, kalau orang-orang itu ingin membonceng di belakangnya, hendaknya membonceng kaum pria saja, atau membawa kaum wanita tersebut dengan mengendarai kendaraan (seperti motor tossa yang di belakangnya ada gerobak pengangkut, atau becak Aceh), sementara pria pengendaranya membawa mereka. Bukan dengan wanita tersebut naik di belakangnya (ojek), dan memegangi (tubuh pengemudi)-nya, maka ini hukumnya tidak boleh (haram).

    ReplyDelete